
Ini adalah episode ke 4. Pada 3 episode sebelumnya, kita sudah menjawab 5 dari 10 argumen yang selama ini membuat kita yakin bahwa bumi berbentuk bola. Pada episode ini, kita akan membahas topik nomor 6 dan 7 yaitu soal perhitungan gerhana dan horison yang tampaknya membuktikan bahwa bumi ini lengkung.
Kita mulai dengan topik yang ke 6 tentang gerhana yang bisa di prediksi secara akurat oleh NASA.
Kita sejak kecil diajarkan bahwa gerhana bulan terjadi akibat bulan masuk bayang-bayang bumi yang berbentuk bola. Satu hal yang tak mungkin terjadi jika buminya datar. Gerhana bahkan bisa diprediksi dengan sangat akurat oleh NASA, sampai ke hitungan jam dan menit kapan terjadinya. Tentu Anda berasumsi bahwa NASA menghitung rotasi orbit bulan dan orbit bumi mengelilingi matahari sehingga dapat secara tepat memprediksi kapan bulan masuk bayang-bayang bumi. Betul? Salah, salah besar.
Mari kita buktikan. Kita cek situs NASA bagaimana sebenarnya mereka memprediksi gerhana. Kita lihat di situs resminya NASA bisa menghitung gerhana secara akurat dengan menggunakan Siklus Saros. Apakah itu? Siklus Saros adalah metode perhitungan yang dibuat oleh kaum Babilonia kuno atau sekarang Iraq, ribuan tahun yang lalu.
Astronom Babilonia kuno mengamati bahwa gerhana adalah peristiwa rutin. Sama seperti terjadinya siang dan malam. Mereka menghitung dari gerhana yang satu ke gerhana yang lain sehingga menemukan siklusnya yang disebut “Siklus Saros.”
Menurut pengamatan astronom Babilonia kuno itu, gerhana bulan terjadi dalam siklus 18 tahun 11 hari dan 8 jam. Siklus ini juga berlaku untuk gerhana matahari.
Berdasarkan kalender Saros itu, NASA dapat memprediksi gerhana selama 150 tahun. Dari tahun 1901 sampai tahun 2045.
Kemudian NASA membuat animasi gerhana. Seolah-olah prediksi itu dibuat dengan menghitung pergerakan bumi dan bulan mengelilingi matahari. Padahal sebenarnya menggunakan siklus Saros bangsa Babilonia yang tak ada hubungannya dengan bentuk bumi. Mau buminya kotak kek, segitiga kek, tetap saja gerhana bulan terjadi dan kalendernya seperti itu.
Bangsa Babilonia sendiri membuat siklus saros yang akurat itu karena menggunakan asumsi bahwa matahari dan bulan mengelilingi bumi alias Geosentrik. Pertanyaan yang sangat penting adalah mengapa NASA yang memiliki budget 256 triliun rupiah pertahun mampu menggaji profesor-profesor dan doktor-doktor manapun di dunia, yang sangat pandai astronomi, geologi, matematika, animasi komputer tidak menghitung prediksi gerhana melalui pergerakan bumi mengelilingi matahari, melainkan menggunakan siklus Saros yang dibuat oleh bangsa Babilonia kuno, ribuan tahun yang lalu.
Kita akan menjawab pertanyaan ini nanti. Karena ini semua disebabkan oleh asumsi dasarnya. Dikatakan bahwa jarak bulan dan bumi adalah 384.400 km, Anda pasti berfikir bahwa itu diukur atau dihitung oleh sains modern. Padahal jarak bulan dan bumi dihitung oleh ilmuwan Yunani kuno, Aristarchus of Samos 2300 tahun yang lalu.
Aristarchus menghitung jarak bulan dengan menggunakan rumus Trigonometri pada saat gerhana bulan dengan asumsi bahwa gerhana terjadi akibat bulan masuk bayang-bayang bumi.
Jadi ini cerita lama. Seperti telah disampaikan pada episode yang lalu, teori bumi mengelilingi matahari sudah ada sejak 2500 tahun yang lalu. Aristarchus bahkan menghitung jarak bulan berdasarkan asumsi tersebut. Maka didapatlah angka 240.000 mi atau 384.400 km. Apakah ini fakta? Tentu saja bukan.
Ini adalah perhitungan Trigonometri dengan asumsi bahwa gerhana terjadi karena bulan masuk bayang-bayang bumi.
Analogi sederhananya begini. Ia menghitung panjang badan tikus dengan mengukur panjang ekor yang diasumsikan adalah ekor tikus. Menjadi masalah jika yang diukur adalah ekor gajah sehingga menghasilkan perhitungan badan tikus sebesar badan gajah.
Dengan menggunakan asumsi yang sama, Aristarchus kemudian mengukur diameter bulan. Lewat fenomena gerhana, didapatlah angka diameter bulan 1 per 3,6 kali bumi, yaitu 3.474 kilometer. Setelah mendapat jarak bulan, ilmuwan Yunani kuno 2300 tahun lalu itu mengukur jarak matahari. Didapatlah jarak matahari 149,6 juta km dari bumi.
Persoalannya, angka itu 400 kali lebih besar dari jarak bulan ke bumi. Padahal kita selalu melihat bulan dan matahari besarnya hampir sama, yang menyebabkan gerhana total jika matahari tertutup bulan. Maka dibuatlah asumsi baru, matahari dan bulan kelihatan besarnya sama, padahal jaraknya menurut hitung-hitungan Aristarchus tadi 400 kali lebih jauh, karena matahari besarnya 400 kali lebih besar dari bulan. Dengan begitu pula disimpulkan bahwa matahari besarnya 109 kali bumi.
Beginilah cara mengukur dengan rumus diatas kertas. Perhitungan matematikanya memang benar, namanya juga ilmu pasti. Asumsi dasarnya yang salah dari awal. Maka dimulailah dogma sains modern bahwa matahari itu besar sekali, matahari 109 kali lebih besar dari bumi. Matahari besarnya 400 kali lebih besar dari bulan. Tapi jaraknya 400 kali lebih jauh, sehingga kelihatannya sama besarnya dengan bulan.
Panca indra dan logika kita dikalahkan oleh asumsi rumus. Darimana Aristarchus 2300 tahun lalu, bisa memastikan bahwa gerhana bulan terjadi karena masuk bayang-bayang bumi. Sampai sekarang pun, kalau benar gerhana terjadi karena bulan masuk bayang-bayang bumi, mengapa NASA masih menggunakan kalender Saros untuk memprediksi gerhana? Mengapa NASA tidak menghitung sendiri dengan pergerakan bumi mengelilingi matahari? Jawabannya sederhana. Karena memang hitungan itu salah semua akibat asumsi dasarnya yang salah. Gerhana tak akan bisa diprediksi jika menggunakan angka-angka itu.
Berbeda dengan cara memahami alam lewat hitungan rumus di atas kertas, observasi alam secara langsung menunjukan hal yang sebaliknya.
Matahari begitu dekat diatas awan, bukan 150 juta kilometer seperti yang mereka katakan. Matahari tidak begitu besar. Bisa Anda lihat dari pantulannya di awan itu. Pantulan warna putih di atas awan itu hanya bisa terjadi jika mataharinya tidak sebesar dan tidak sejauh seperti yang mereka katakan.
Dipermukaan bumi, kita bisa melihat cahaya matahari menyebar melebar dari balik awan. Hal itu tak mungkin terjadi jika mataharinya jauh dan buminya lengkung. Mereka beralasan hal itu disebabkan oleh atmosfer. Padahal jika buminya lengkung, atmosfernya cembung dan cahayanya bukan melebar seperti itu, tapi justru mengerucut.
Kita bisa buktikan sendiri fenomena ini dengan menggunakan karton yang dilobangi mengikuti pola awan tersebut. Jika mataharinya jauh seperti yang mereka katakan, terbukti bahwa sinarnya tidak melebar. Kita bisa lihat sinar mataharinya paralel. Karton yang sama, jika sumber sinarnya dekat, seperti lampu misalnya, terbukti sinarnya melebar. Ini adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa fenomena sinar dari awan itu menunjukan bahwa mataharinya dekat dan lokal.
Rumus Trigonometri yang sama bisa diterapkan dengan asumsi yang berbeda. Tak perlu menggunakan asumsi bayangan di bulan. Perhitungan Trigonometri jarak matahari bisa dilakukan dengan asumsi yang lebih nyata, yaitu derajat kemiringan sinar matahari yang bisa diukur dari bayangan benda di bumi.
Dibutuhkan setidaknya 3 lokasi yang berbeda. Sama seperti Google Maps bisa memprediksi jarak Anda dengan menggunakan 3 tower telkom yang berbeda. Bedanya cara mengukur ketinggian adalah dengan menggunakan Triangulation, yang biasa dilakukan untuk mengukur ketinggian gedung, gunung dan lain-lain.
Hasilnya, jarak matahari hanya 3583 miles atau 5766 kilometer saja. Matahari dan bulan begitu dekat. Dari jarak itu, bisa dihitung diameter matahari yaitu 32 miles atau 51 setengah kilometer. Begitu pula diameter bulan yang besarnya memang hampir sama. Matahari dan bulan tak sebesar seperti apa yang dipropagandakan selama ini. Semua orang bisa mengukur jarak dan diameter bulan dan matahari tanpa menunggu gerhana, seperti yang dilakukan oleh Aristarchus 2300 tahun yang lalu.
Buat apa menghitung Trigonometri berdasarkan banyangan yang ada di bulan? Kita semua bisa menghitung Trigonometri berdasarkan bayangan yang ada di bumi.
Permasalahan dari angka-angka sains modern ada pada asumsi dasarnya. Bahwa sinar bulan adalah pantulan dari sinar matahari dan gerhana terjadi akibat bulan masuk bayang-bayang bumi. Itu adalah teori, bukan fakta.
Bulan punya sinar sendiri yang sifatnya berbeda dengan sinar matahari. Faktanya efek sinar bulan terhadap hewan dan tumbuhan berbeda dengan efek sinar matahari. Sinar matahari panas, sinar bulan justru dingin. Matahari dan bulan adalah simbol keseimbangan alam, Yin dan Yang.
Seiring dengan bangkitnya kesadaran Flat Earth, banyak orang mengukur temperatur sinar bulan. Caranya mudah dengan menempatkan dua buah termometer, yang satu ditempat yang kena sinar bulan, yang satu lagi ditempatkan didekatnya tapi tak terkena sinar bulan. Hasilnya sangat jelas, bidang yang terkena sinar bulan temperaturnya lebih dingin dari yang tidak terkena sinar bulan. Ini tak mungkin terjadi jika sinar bulan yang dingin adalah pantulan dari sinar matahari yang panas.
Karena sinar bulan bukan pantulan dari sinar matahari, maka gerhana bukan disebabkan bayangan bumi.
Begitu pula jika perhatikan bulan pada pagi hari. Jelas terlihat bahwa itu bukanlah bayangan bumi melainkan langit dibelakangnya. Bagaimana mungkin bayangan bumi bisa berwarna biru langit seperti itu.
Bulan tak berbentuk bola seperti yang mereka katakan. Jika diamati dengan seksama, kadang dibagian tubuh bulan, terlihat bintang yang ada dibelakangnya. Itu sebabnya jaman dulu ada simbol bulan dan bintang, dimana bintang memang benar-benar terlihat menembus tubuh bulan.
Seperti telah dibahas pada episode sebelumnya asumsi diatas asumsi. Jika asumsi dasarnya salah, maka semuanya runtuh. Sinar bulan bukan pantulan sinar matahari, maka gerhana bukan akibat bayang-bayang bumi. Akibatnya, asumsi Trigonometri jarak dan diameter bulan menjadi salah. Konsekuensinya, perhitungan jarak dan diameter matahari menjadi salah pula. Akibatnya, seluruh perhitungan alam semesta menjadi salah dan seluruh kosmologi sains modern menjadi runtuh.
Maka kita kembali pada pertanyaan di awal tadi. Mengapa NASA yang memiliki budget 256 triliun rupiah pertahun, mampu menggaji profesor-profesor dan doktor-doktor manapun di dunia yang sangat cerdas dan memiliki pengetahuan yang hebat, tidak dapat menggunakan angka-angka tersebut untuk memprediksi gerhana.
Bukan karena para profesor dan doktor itu bodoh, melainkan karena memang angkanya yang salah. Tak akan bisa digunakan untuk prediksi gerhana. Sebaliknya, para profesor dan doktor itu pasti tahu bahwa angka-angka itu sebenarnya salah. Mereka adalah bagian dari elit global.
Dengan demikian kita simpulkan topik nomor 6 ini; persepsi bahwa prediksi gerhana NASA merupakan bukti bahwa bumi ini berbentuk bola dan mengelilingi matahari adalah salah besar.
Pertama, terbukti NASA menggunakan Siklus Saros yang dibuat oleh bangsa Babilonia Kuno yang tak ada hubungannya dengan bentuk bumi.
Kedua, NASA mempropagandakan berbagai animasi tentang terjadinya gerhana tanpa skala dan perhitungan untuk mengelabui umat manusia sedunia, seolah-olah gerhana terjadi akibat pergerakan orbit bumi dan bulan.
Ketiga, ketidakmampuan NASA untuk memprediksi gerhana lewat angka-angka propaganda dan dogmatik sains itu justru menunjukan bahwa angka-angka tersebut sebenarnya salah. Akibatnya seluruh kalkulasi turunannya, yaitu alam semesta menurut sains modern adalah penyesatan, tuhan palsu yang didesain secara sistematis untuk menjauhkan umat manusia dari agama dan ketuhanan lewat kebohongan sains modern.
Kita sejak kecil diajarkan di sekolah bahwa fenomena kapal di horison laut membuktikan bahwa bumi ini lengkung. Dikatakan, kapal di horison laut yang jauh hanya terlihat bagian atasnya karena bagian bawahnya terkena lengkungan bumi.
Mari kita buktikan dengan nyata. Foto ini diambil dari kamera film Nikon P900 dengan kekuatan 83 kali Optical Zoom. Perhatikan baik-baik motor boat berikut kon yang kita pikir terkena lengkungan bumi itu.
Contoh lain lagi, fishing boat yang bukan hanya bagian bawahnya tapi bisa dibilang seluruh kapalnya tidak kelihatan di horison laut. Perhatikan baik-baik.
Kita harus membiasakan diri untuk selalu memiliki data dan fakta yang kredibel. Jangan sekali-sekali berdebat kusir tanpa data, hanya mengandalkan persepsi dan opininya sendiri.
Bisa dibilang 95% referensi di Google dan YouTube adalah opini-opini dan persepsi-persepsi tanpa dasar yang jelas. Jangan buang waktu dan energi untuk hal-hal seperti itu. Ada banyak perdebatan yang hanya berdasarkan foto tanpa data. Kalau melihat foto lengkungan bumi yang harus diingat adalah dua hal, Fish-Eye Lens dan CGI atau rekayasa komputer.
Fish-Eye Lens membuat semua foto dan rekaman tampak lengkung. Hal ini memang diperlukan untuk wide angle, apalagi jika kameranya kecil.
Hal kedua adalah foto CGI atau rekayasa komputer. Tak semua orang bisa membedakan antara asli dengan CGI. Orang sering bicara soal horison dan lengkungan bumi tanpa tau angkanya. Jadinya hanya debat kusir yang tak bermutu.
Lengkungan bumi bisa dihitung dengan menggunakan rumus Pythagoras. Kesimpulannya dengan asumsi panjang jari-jari bumi 6.371 km, lengkungan bumi seharusnya 8 inches/miles. Setelah memahami data ini, baru kita bisa melakukan verifikasi dan observasi.
Eksperimen terkenal soal pengujian lengkungan bumi dilakukan di Bedford, Inggris. Karena Bedford ini lurus dan tak terganggu pandangannya sepanjang 6 miles atau sekitar 9,7 kilometer. Mereka melakukan percobaan untuk membuktikan apakah air kanal tersebut datar atau lengkung. Kalau benar lengkung, sesuai tabel lengkungan bumi, dari jarak 9,7 km harusnya lengkung 16 feet atau 4,8 meter. Artinya benda yang tingginya kurang dari 4,8 meter takkan kelihatan dari jarak 9,7 kilometer itu.
Maka dilakukanlah percobaan. Diberangkatkan sebuah perahu sejauh 9,7 km di kanal Bedford. Ternyata seluruh kapal dan benderanya masih kelihatan pada jarak 9,7 km itu. Padahal jika buminya lengkung, mestinya sudut pandang kita akan melenceng di ketinggian 4,8 meter sehingga kapal dan layarnya tidak kelihatan.
Percobaan lain bisa dilakukan dengan menggunakan sinar laser. Kita ketahui bahwa sinar laser dapat menempuh jarak sampai 20 km. Orang pun melakukan percobaan sinar laser pada jarak 4 miles atau 6,4 km. Berdasarkan data lengkungan bumi, seharusnya pada jarak 6,4 km buminya lengkung 3,2 m. Maka ditembakanlah sinar laser sejauh 6,4 km. Seharusnya sinar laser itu melenceng 3,2 m karena lengkungan bumi. Ternyata tidak. Sinar laser itu tidak melenceng. Artinya buminya datar dan tidak lengkung.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam observasi horison adalah soal perspektif. Dari kacamata kita sebagai observer seharusnya benda akan mengerucut sesuai ketinggian sudut pandang kita.
Contohnya ini. Benda-benda ini sebenarnya lurus, ketinggiannya sama tapi tampak mengecil sesuai ketinggian sudut pandang kita.
Berikut adalah beberapa contoh bahwa bagian obyek tampak menghilang dikejauhan akibat perpesktif bukan akibat lengkungan bumi.
Karena kurang pemahaman, banyak yang mengatakan bahwa jika buminya datar, matahari tak pernah tenggelam. Ini jelas salah. Matahari terbit dan terbenam adalah karena perspektif bukan karena bumi lengkung.
Fakta lain yang sangat menarik adalah matahari tampak lebih besar jika direkam di ketinggian, dibanding jika direkam dari permukaan tanah.
Di ketinggian sebelah kiri itu, mataharinya lebih besar dari di sebelah kanan. Jika matahari jaraknya 150 juta kilometer seperti yang mereka katakan, tak akan ada pengaruhnya jika dilihat di ketinggian beberapa kilometer saja.
Fenomena ini justru menunjukkan sebaliknya, di ketinggian tampak matahari lebih dekat, tak mungkin terjadi terjadi jika mataharinya berjarak 150 juta kilometer.
Ketika matahari terbenam, terlihat sinarnya mengikuti hilangnya perspektif matahari. Ini menandakan sinar matahari bersifat lokal. Kalau jaraknya 150 juta kilometer sinarnya tak akan menghilang secara lokal seperti itu, tapi rata diseluruh horison bumi.
Kita bandingkan dengan lampu-lampu kota. Ini adalah cahaya lokal di kota Las Vegas. Kita lihat ada dua cahaya dari dua kota. Kita bandingkan dengan fenomena sinar matahari ketika terbenam tadi. Sama persis, sinarnya bersifat lokal.
Hal lain terkait horison dan perspektif adalah fenomena pelangi. Terjadinya warna-warni itu memang bisa dijelaskan dengan mudah akibat refraksi cahaya melalui prisma atau butiran air. Tapi tetap saja bentuknya lurus. Tak pernah ada penjelasan yang memuaskan mengapa pelangi bentuknya lengkung.
Silahkan Anda cek berbagai referensi sains. Salah satunya yang paling terkemuka adalah profesor Walter Lewin yang sudah puluhan tahun mempelajari fenomena pelangi. Ia sangat bagus dalam menjelaskan bagaimana cahaya berefleksi pada butiran air hujan dari ketinggian. Tapi tetap tak ada penjelasan yang memuaskan tentang kenapa bentuknya lengkung.
Pelangi juga berkaitan dengan fenomena Halo yang kadang tampak disekitar matahari. Alam semesta adalah misteri. Berasal dari kecerdasan ilahiah, yang tak semua bisa dijelaskan dengan keterbatasan intelejensia manusia. Upaya untuk memahami misteri alam ini adalah esensi dari sains sesungguhnya. Sebuah eksploarsi kehidupan yang sangat mengasyikan.
Menjadi masalah jika kita bersikap seolah sudah tau segalanya. Arogansi sains, arogansi intelektual. Padahal sains tak pernah bisa menjelaskan darimana kesadaran dan kecerdasan Anda berasal.
Peristiwa aneh lainnya yang tak pernah bisa dijelaskan, antara lain fenomena matahari ganda yang kadang terjadi entah apa sebabnya. Ini adalah nyata, bukan hoax.
Jika kita tidak tahu, kita harus bilang bahwa kita tidak tahu dan kita melakukan riset dan eksploarasi untuk memahaminya. Demikian halnya dengan pelangi dan halo. Apa yang membuat pelangi melengkung. Apa yang membuat fenomena Halo. Satu hal yang pasti, kita bisa membuat pelangi sendiri dari bidang air yang memang benar-benar lengkung.
Kalangan Flat Earth memandang pelangi dan Halo sebagai refleksi dari kubah Celestial atau the Firmament dalam kitab Taurat terjemahan King James atau yang disebut sebagai Langit Tujuh Lapis dalam Al Quran.
Dengan demikian kita tutup topik ke 7 tentang fenomena Horison yang sebelumnya membuat kita yakin bahwa bumi ini berbentuk bola.
Bagian bawah kapal di horison laut menghilang bukan akibat lengkungan bumi melainkan akibat perspektif dan refraksi.
Juga tentang terbit dan terbenamnya matahari, bukan disebabkan buminya berbentuk bola, karena bumi yang diameternya 6.371 km tak akan ada pengaruhnya melihat matahari jika benar jaraknya 150 juta kilometer. Terbit dan tenggelamnya matahari disebabkan oleh perspektif kita dari permukaan bumi yang datar.
Episode ke 5 membahas tentang bagaimana penerbangan dari barat ke timur akan kembali tiba di barat. Juga dibahas bagaimana USGS, lembaga survei geologi paling kredibel di dunia, membuat peta bumi bola berdasarkan peta bumi datar dengan menggunakan rumus matematika yang dibuat oleh Al Biruni, cendikiawan muslim 1000 tahun lalu.
USGS juga menerangkan bahwa peta bumi datar merupakan dasar penentuan jarak penerbangan yang akurat, menentukan arah antena, serta pembuatan peta atlas nasional Amerika Serikat.
Episode ke 5 juga membahas tentang rahasia antartika, tembok es mengelilingi bumi datar. Elit global merahasiakan hal ini dari Anda lewat perjanjian Antartic Treaty 1959. Tak ada lagi orang yang boleh pergi ke Antartika yang dijaga ketat oleh pasukan gabungan Amerika Serikat dan Rusia.
Episode berikutnya akan membahas bagaimana Amerika Serikat dan Soviet tahun 1958 sampai 1961 sama-sama mengirim pasukan gabungan untuk membom nuklir kubah celestial lewat operasi yang dinamai HANE atau High Altitude Nuclear Explosions.
Upaya menghancurkan kubah celestial dengan bom nuklir secara besar-besaran terakhir dilakukan tahun 1962 atas perintah presiden Kennedy lewat operasi dengan nama sandi Operation Fishbowl. Kekuatannya 1600 kali dari bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hirosima. Anda tak akan pernah melihat hal seperti ini lagi dalam hidup Anda. Pemboman nuklir yang dilakukan selama 4 tahun itu tak berhasil menembus kubah celestial. Tak ada orang yang bisa pergi ke Angkasa luar. Dari situ kita bisa melihat ada kekuatan yang lebih besar dari segala pengetahuan, teknologi dan bom nuklir, yakni Tuhan yang Maha Kuasa.
Views: 120